Jakarta (6/12) – Melalui anak usahanya, PT Krakatau Baja Industri (PT KBI), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, melaksanakan penandatanganan Long Term Supply Agreement (LTSA) dengan 23 perusahaan (pabrikan, distributor, dan coil centre) di hari jadinya yang ke-dua, 6 Desember 2024 di Jakarta yang dihadiri oleh Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian RI Rizky Aditya Wijaya, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Muhamad Akbar, Direktur Utama PT Krakatau Baja Industri Arief Purnomo serta perwakilan direksi Krakatau Steel maupun valuable customer dari PT KBI.
“Pada kesempatan kali ini, kami merayakan Hari Jadi PT Krakatau Baja Industri dengan melakukan customer intimacy dan penandatanganan kesepakatan penjualan termasuk LTSA bersama 23 perusahaan untuk suplai produk baja Cold Rolled Coil hingga 38.500 ton setiap bulan selama setahun ke depan,” jelas Plt. Direktur Utama Krakatau Steel Muhamad Akbar.
Akbar menambahkan bahwa PT KBI merupakan salah satu anak usaha yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kinerja Krakatau Steel. Produk baja Cold Rolled Coil dan Plate PT KBI merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia yang banyak digunakan untuk bahan baku industri otomotif, galvalum, galvanis, maupun produk kebutuhan rumah tangga dan produk hilir baja ringan.
“Kami berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan layanan baik dari sisi kualitas ptoduk, harga, maupun delivery. Hal ini kami lakukan untuk menjaga dan meningkatkan customer satisfaction. Terima kasih dan apresiasi tinggi untuk seluruh perusahaan konsumen setia Krakatau Steel dan PT KBI,” lanjut Akbar.
Beberapa perusahaan yang melakukan penandatanganan kesepakatan penjualan dengan PT KBI diantaranya PT Tata Metal Lestari, PT Sunrise Steel, PT NS Bluescope Indonesia, PT Kerismas Witikco Makmur, PT Saranacentral Bajatama, PT Fumira, CV Perjuangan Steel, PT Srirejeki Perdana Steel, PT Intisumber Bajasakti, PT Pandawa Jaya Steel, CV Sampoerna Jaya Baja, PT Hamasa Steel Center, CV Paros Dian Wijaya, PT Bangun Era Sejahtera, PT Afro Pacific Indah Steel, PT Spirit Niaga Jayamahe, PT Indometal Satria Agung, PT Krakatau Niaga Indonesia, PT Guna Abadi Sentosa, PT Papajaya Agung, PT Baja Prima Perkasa, PT Bajamakmur Perkasa, PT Sarana Steel, dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia.
“Dari besarnya antusiasme perusahaan-perusahaan pabrikan, distributor, maupun coil centre untuk melakukan kesepakatan penjualan, maka kami bersama para pelaku industri baja optimis dapat memberikan kontribusi positif bagi industri baja nasional. Oleh karena itu kami pun berharap bahwa pemerintah dapat hadir mendukung industri baja nasional dengan menerapkan ketahanan industri baja nasional agar industri baja dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” tambah Akbar.
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian RI Rizky Aditya Wijaya yang hadir dalam acara tersebut menyatakan komitmen pemerintah untuk hadir mendukung kemajuan dan keberlanjutan serta memperkuat ketahanan industri baja nasional melalui peningkatan penggunaan produk dalam negeri, penerapan TKDN di semua sektor, maupun pengurangan ketergantungan bahan baku dan produk impor.
“Industri baja merupakan industri strategis, Mother of Industries yang menopang sektor lainnya seperti konstruksi, otomotif, energi, dan juga manufaktur karena industri baja memegang peran kunci dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” lanjut Rizky.
Rizky juga mengungkapkan perlunya upaya bersama untuk bertumbuh dan menghadapi segala tantangan agar dapat terus menopang kemajuan industri baja nasional sehingga peningkatan ekonomi 8% dalam 5 tahun ke depan bukanlah hal yang mustahil.
“Oleh karena itu kami mendorong peningkatan kapasitas dan kualitas produksi melalui inovasi teknologi produksi untuk peningkatan efisiensi, diversifikasi produk baja hilir, dan peningkatan kepatuhan terhadap standar internasional untuk membuka peluang ekspor di pasar global,” tegas Rizky.
Menutup pernyataannya Akbar menambahkan bahwa dalam 3 tahun terakhir industri manufaktur nasional memberikan kontribusi positif bagi PDB kita antara 15-17%. Sehingga sejalan dengan pernyataan Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian RI Rizky Aditya Wijaya, kami yakin bahwa sinergi dan kolaborasi Krakatau Steel Group bersama para pelaku industri manufaktur nasional dapat mendorong perekonomian Indonesia hingga 8% sesuai dengan yang digaungkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
JAKARTA – Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Muhamad Akbar meminta Pemerintah untuk hadir dalam menerapkan proteksi bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk Cold Rolled Coil (CRC) imbas gencarnya produk impor asal China ke pasar domestik.
Berdasarkan catatan Perseroan, volume impor produk Colled Rolled Coil/Sheet paling besar masuk dengan volume 1,36 juta ton, kemudian produk Hot Rolled Coil dengan volume 1,35 juta ton selama bulan Januari hingga Oktober 2024.
Akbar mengatakan, para produsen baja Cold Rolled Coil (CRC) domestik telah mengajukan penerapan BMAD sejak 5 tahun lalu, yang kemudian telah ditindaklanjut oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, hingga Komite Antidumping Indonesia (KADI).
“Terutama yang paling penting adalah pada sektor otomotif yang kita butuhkan Bea Masuk Anti Dumpingnya, dan itu sudah dari 5 tahun lalu diajukan oleh industri CRC dalam negeri, bukan hanya Krakatau Steel,” jelas Akbar pada kunjungannya ke Bisnis Indonesia (8/1).
Akbar menambahkan, saat ini kebijakan BMAD untuk produk CRC masih menunggu persetujuan Kementerian Keuangan, sebagaimana diagendakan bahwa Dirut Krakatau Steel akan bertemu dengan Kemenkeu sore ini terkait pengajuan anti dumping.
Perseroan mencatat bahwa tingkat utilisasi kapasitas industri baja nasional rata-rata sebesar 57% per 2023. Khusus produk CRC/S utilisasinya sebesar 53% dengan total kapasitas produksi 2,6 juta ton per tahun dan kapasitas terpasang 1,4 juta ton per tahun.
Adapun produk tersebut kebanyakan dipasok untuk kebutuhan dalam negeri sebesar 1,3 juta ton dan sisanya ekspor. Dengan konsumsi rata-rata 3,2 juta ton, share impor masih mendominasi sebesar 56%.
“Kita khawatir dampaknya satu industrialis ini dengan produsen akan berubah mentalnya jadi trader, akhirnya pengangguran akan terus bertambah dengan potensi jumlah ratusan ribu kalau kita tidak lakukan upaya yang cepat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Akbar menerangkan urgensi penerapan BMAD untuk CRC serta perlindungan perdagangan untuk produk besi dan baja lainnya karena oversupply China yang semakin mengkhawatirkan mengingat kapasitas produksi China sebesar 1 miliar ton per tahun.
“Kita rentan akan global supply chain, China dengan kapasitas 1 miliar ton setahun sedangkan kapasitas nasional hanya 18 juta ton sehingga mereka mencari pasar baru di luar, targetnya negara-negara Asean, sayangnya Indonesia belum optimal dalam melakukan upaya proteksi, Korea Selatan sudah lebih dulu, Jepang juga,” jelasnya.
Di luar ASEAN, Amerika Serikat hingga Eropa juga telah melakukan proteksi dengan menerapkan tarif bea impor yang tinggi untuk produk baja China, misalnya Amerika Serikat menerapkan 200% tarif impor dari China.
Akbar menekankan, tekanan tersebut tak hanya terjadi pada KRAS, tetapi juga produsen besi dan baja nasional yang tergabung dalam The Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) dengan total sebanyak 196 pabrik yang terancam akan kondisi global ini.
“Kami sudah melakukan audiensi dengan kementerian terkait, regulator akan hadir dengan narasi bahwa menyelamatkan Krakatau Steel sama saja dengan menyelamatkan ekosistem baja nasional,” tutup Akbar.